Selasa, 30 Desember 2014



“Seperti Di Negeri Dongeng”
Oleh Nova Tri Lestari*

Hembusan angin sepoi-sepoi. Aku yang tengah duduk di pondok reot, terbuai dalam lamunan panjang tiba-tiba saja dikejutkan dengan serpihan daun yang menempel di keningku. Seorang perempuan tua itu terus berjalan menapaki tanah dengan kaki tanpa alas. Semakin memudarnya waktu ia semakin enyah dari hadapanku.

Tak berpikir panjang aku langsung menguntitnya dari belakang. Namun sosok itu benar-benar sudah enyah dari hadapanku.
“Nak, bangunlah hari sudah siang,” teriak ibu dari depan pintu kamar.
Aku langsung pergi ke belakang rumah dan melihat bagaimana dan apa yang sedang terjadi di  hutan belakang rumahku. Ternyata semua dalam keadaan baik-baik saja.
            Aku kembali ke kamar lalu merebahkan kembali tubuhku di atas kasur. Ibu kembali memanggilku. Ia mengajakku pergi ke sawah pagi ini.
            “Nak, ayo ikut ibu ke sawah. Hari ini ibu mau panen jagung.”
            “Baik bu.”
            Di perjalanan aku sangat menikmati perjalanan. Yang aku pikirkan apa arti dari mimpiku semalam. “Oh, ternyata aku sudah sampai,” gumamku dalam hati. Terdengar suara bisikan yang tak begitu jelas di telinga kiriku. Namun tidak ada siapa-siapa.
            Sosok wanita tua itu lewat di hadapanku. Dia wanita yang tadi malam hadir di mimpiku. Sementara ibu yang tengah memetik cabe samasekali tak memandangi sosok wanita tua itu.
            Aku berlari kearah perempuan itu. Semakin aku mendekat semakin menghilang ia dari hadapanku. Segera kupercepat langkah kakiku. Semakin jauh langkahku mengikutinya. Kutinggalkan goresan jejak kakiku agar aku bisa kembali dan tak tersesat di hutan ini. Namun aku kehilangan arah. Dia benar-benar enyah.
            Aku kembali menuju pondok dimana tempat biasanya aku duduk sembari menunggu ibu. Banyangan wanita itu menghantuiku. Aku semakin larut dalam suasana resah dan gelisah. Getaran dan penasaran itu semakin menggebu-gebu.
            Terdengar lagi bisikan. Kali ini di telinga kananku. Bisikan dari wanita tua itu yang meminta pertolongan padaku. Aku berlari ke arah ibu. Suara itu semakin berbisik-bisik di telingaku. kutahan langkahku. Meski rasa takut itu menggebu-gebu.
            Perlahan kuikuti arah datangnya suara itu. di balik bukit yang penuh dengan semak belukar, aku menemukan sosok wanita tua itu yang terengah-engah meringik ketakutan. Sambil meringkik, kudengar ia juga tertawa cekakak-cekikik seakan punya teman bicara.
            Tangan kanan kuangkat dan kutempelkan di bahu kanannya. Ia menolehku dengan membuat hatiku menerka-nerka. Dengan tatapan tajamnya itu ia menepis tanganku. “Pergi, pergilah dari hadapanku anak muda,” teriaknya.
            Sesegera mungkin aku meninggalkan tempat itu. bayangan itu seakan masih di hadapanku. Suaranya masih terngiang di telingaku. kulihat ke belakang tak ada siapapun. Kembali kutolehkan kepalaku ke depan. Ternyata ia sudah duduk di hadapanku. Seketika langkahku kutahan. Melihatnya seperti orang gila yang berbicara pada burung.
            Merpati biru yang dipegangnya seperti mengundang suka dan duka. Ia berbicara lalu kemudian meringkik lalu tertawa.
            “Cukup ! cukup apa yang nenek lakukan disini.”
            “Jawab nek. Kenapa nenek masuk ke dalam mimpiku”
            “Ayo jawab nek. Nenek kenapa selalu menguntitku. Sedangkan aku sama sekali tidak bersalah.”
            Tidak ada jawaban dari wanita tua ini. Ia langsung pergi dari hadapanku. Tak sedikitpun aku menghiraukannya lagi. Kemudian terdengar jeritan ibu memanggilku. Aku berlari menghampirinya. Kami pulang ke rumah tanpa kuceritakan semua pada ibu.
            Aku kembali merebahkan tubuhku diatas kasur. Bayangan itupun kembali hadir. Kali ini ia datang membawa merpati birunya. Dalam mimpiku ia meminta bantuan. Aku terbangun dengan suasana hati seperti terbalut kabut.
            Sungguh aku tak pernah mengerti arti dari mimpi itu. “Siapa dia? Kenapa dia hadir berkali-kali dalam mimpiku.” Aku melangkahkan kakiku ke arah kebun belakang rumahku. Sosok itu hadir kembali di hadapanku. Kali ini benar-benar nyata adanya.
            “Pergi kau wanita tua, berhenti menakut-nakutiku.”
            “Tanpa kau usirpun aku juga mau pergi,” Jawabanya dengan  lantang dengan mata melotot.
 “ Hey, laknat pemuda yang tidak mau menolongku ini,” teriaknya untukku.
            Aku tak sedikitpun menghiraukannya, lalu berbalik arah menuju ke halaman depan rumah. Aku mengajak beberapa teman-temanku bermain sepak bola. Bisikan-bisakan minta tolong ini masih dan kembali terngiang di telingaku.
            Siwon menendang bola ke arah hutan. Siwon berlari ke arah hutan dan kembali dengan tangan kosong. Ternyata bola itu sudah hilang. Aku menceritakan kejadian aneh yang menimpaku tadi malam sampai saat ini pada teman-temanku.
“Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan teman kita yang hilang,” Ujar salah seorang temanku.
“Ah, ada-ada saja kau ini, tidak mungkin ini bukan negeri dongeng,” jawab temanku yang lain.
Aku dan siwonpun penasaran dan kembali menelusuri hutan. Teman-temanku yang lain menganggap bahwa ceritaku hanya bermaksud untuk menghibur mereka saja. Mereka yang tidak percaya akhirnya pulang.
Aku dan siwon kembali ke hutan dadapan. Ternyata wanita tua itu tengah bersandar di gubuk reot milik siwon. Ia berbicara dengan merpati biru itu sambil tertawa. “Dia benar-benar sudah gila,” ujar Siwon.
Aku dan siwon memergoki wanita tua itu. Ia terjun dari jendela gubuk dan membuat rubuh gubuk itu. kami terus melangkah, mengejarnya sampai ia terjatuh dan terluka parah. Langkah kami semakin dekat. Aku sungguh iba dengan wanita tua ini ia lemah tak berdaya.
Ternyata merpati biru itu cucunya yang telah dikutuk oleh dukun yang sudah lama hidup di hutan ini. Hanya siwon yang dapat membuat burung itu kembali ke wujud cantiknya. Konon pada zaman dahulu golongan darah O bombailah yang bisa menyembuhkan kutukan itu.
Siwon melukai tangannya kemudian menyucurkan darahnya, ke arah kerongkongan mulut burung itu. Lalu burung itu batuk terpingkal-pingkal hingga pingsan dan kemudian hidup kembali dengan wujudnya yang asli.
Burung merpati biru yang elok ini berubah menjadi sosok gadis yang sangat cantik. Sihir itu kembali ke dukun yang tadi mengutuk burung merpati biru dan merubah wujud dukun menjadi seekor burung gagak hitam yang buruk nan busuk.
Tepat satu minggu setelah kejadian berlangsung. Warga dihebohkan dengan bau busuk yang sangat menyengat dan membuat anak-anak kampung dadapan menjadi sakit. Mereka lalu memutuskan untuk mencari dari mana sumber bau mematikan ini.
Dengan menggunakan indera pembau mereka yang tajam mereka menemukan bahwa sumber mematikan itu datang dari gubuk reot hutan belantara di sebelah barat sana.
wargapun memutuskan untuk menembak dan membakar burung ini. Setelah tubuhnya tertembak. Warga membuat api secara besar-besaran. Rencana warga tertahan karena burung ini kembali ke sosok semula yang membuat heboh warga kampung dadapan. Rencana warga untuk membakar dukun inipun dihentikan dan digantikan dengan penguburan.
TAMAT*

0 komentar:

Posting Komentar