“Seperti Di
Negeri Dongeng”
Oleh Nova Tri
Lestari*
Hembusan angin
sepoi-sepoi. Aku yang tengah duduk di pondok reot, terbuai dalam lamunan
panjang tiba-tiba saja dikejutkan dengan serpihan daun yang menempel di
keningku. Seorang perempuan tua itu terus berjalan menapaki tanah dengan kaki
tanpa alas. Semakin memudarnya waktu ia semakin enyah dari hadapanku.
Tak berpikir panjang
aku langsung menguntitnya dari belakang. Namun sosok itu benar-benar sudah
enyah dari hadapanku.
“Nak, bangunlah hari
sudah siang,” teriak ibu dari depan pintu kamar.
Aku langsung pergi ke
belakang rumah dan melihat bagaimana dan apa yang sedang terjadi di hutan belakang rumahku. Ternyata semua dalam
keadaan baik-baik saja.
Aku
kembali ke kamar lalu merebahkan kembali tubuhku di atas kasur. Ibu kembali
memanggilku. Ia mengajakku pergi ke sawah pagi ini.
“Nak,
ayo ikut ibu ke sawah. Hari ini ibu mau panen jagung.”
“Baik
bu.”
Di
perjalanan aku sangat menikmati perjalanan. Yang aku pikirkan apa arti dari
mimpiku semalam. “Oh, ternyata aku sudah sampai,” gumamku dalam hati. Terdengar
suara bisikan yang tak begitu jelas di telinga kiriku. Namun tidak ada
siapa-siapa.
Sosok
wanita tua itu lewat di hadapanku. Dia wanita yang tadi malam hadir di mimpiku.
Sementara ibu yang tengah memetik cabe samasekali tak memandangi sosok wanita
tua itu.
Aku
berlari kearah perempuan itu. Semakin aku mendekat semakin menghilang ia dari
hadapanku. Segera kupercepat langkah kakiku. Semakin jauh langkahku
mengikutinya. Kutinggalkan goresan jejak kakiku agar aku bisa kembali dan tak
tersesat di hutan ini. Namun aku kehilangan arah. Dia benar-benar enyah.
Aku
kembali menuju pondok dimana tempat biasanya aku duduk sembari menunggu ibu.
Banyangan wanita itu menghantuiku. Aku semakin larut dalam suasana resah dan
gelisah. Getaran dan penasaran itu semakin menggebu-gebu.
Terdengar
lagi bisikan. Kali ini di telinga kananku. Bisikan dari wanita tua itu yang
meminta pertolongan padaku. Aku berlari ke arah ibu. Suara itu semakin
berbisik-bisik di telingaku. kutahan langkahku. Meski rasa takut itu
menggebu-gebu.
Perlahan
kuikuti arah datangnya suara itu. di balik bukit yang penuh dengan semak
belukar, aku menemukan sosok wanita tua itu yang terengah-engah meringik
ketakutan. Sambil meringkik, kudengar ia juga tertawa cekakak-cekikik seakan
punya teman bicara.
Tangan
kanan kuangkat dan kutempelkan di bahu kanannya. Ia menolehku dengan membuat
hatiku menerka-nerka. Dengan tatapan tajamnya itu ia menepis tanganku. “Pergi,
pergilah dari hadapanku anak muda,” teriaknya.
Sesegera
mungkin aku meninggalkan tempat itu. bayangan itu seakan masih di hadapanku.
Suaranya masih terngiang di telingaku. kulihat ke belakang tak ada siapapun.
Kembali kutolehkan kepalaku ke depan. Ternyata ia sudah duduk di hadapanku.
Seketika langkahku kutahan. Melihatnya seperti orang gila yang berbicara pada
burung.
Merpati
biru yang dipegangnya seperti mengundang suka dan duka. Ia berbicara lalu
kemudian meringkik lalu tertawa.
“Cukup
! cukup apa yang nenek lakukan disini.”
“Jawab
nek. Kenapa nenek masuk ke dalam mimpiku”
“Ayo
jawab nek. Nenek kenapa selalu menguntitku. Sedangkan aku sama sekali tidak
bersalah.”
Tidak
ada jawaban dari wanita tua ini. Ia langsung pergi dari hadapanku. Tak
sedikitpun aku menghiraukannya lagi. Kemudian terdengar jeritan ibu
memanggilku. Aku berlari menghampirinya. Kami pulang ke rumah tanpa kuceritakan
semua pada ibu.
Aku
kembali merebahkan tubuhku diatas kasur. Bayangan itupun kembali hadir. Kali
ini ia datang membawa merpati birunya. Dalam mimpiku ia meminta bantuan. Aku
terbangun dengan suasana hati seperti terbalut kabut.
Sungguh
aku tak pernah mengerti arti dari mimpi itu. “Siapa dia? Kenapa dia hadir
berkali-kali dalam mimpiku.” Aku melangkahkan kakiku ke arah kebun belakang
rumahku. Sosok itu hadir kembali di hadapanku. Kali ini benar-benar nyata
adanya.
“Pergi
kau wanita tua, berhenti menakut-nakutiku.”
“Tanpa
kau usirpun aku juga mau pergi,” Jawabanya dengan lantang dengan mata melotot.
“ Hey, laknat pemuda yang tidak mau menolongku
ini,” teriaknya untukku.
Aku
tak sedikitpun menghiraukannya, lalu berbalik arah menuju ke halaman depan
rumah. Aku mengajak beberapa teman-temanku bermain sepak bola. Bisikan-bisakan
minta tolong ini masih dan kembali terngiang di telingaku.
Siwon
menendang bola ke arah hutan. Siwon berlari ke arah hutan dan kembali dengan
tangan kosong. Ternyata bola itu sudah hilang. Aku menceritakan kejadian aneh
yang menimpaku tadi malam sampai saat ini pada teman-temanku.
“Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan teman kita
yang hilang,” Ujar salah seorang temanku.
“Ah, ada-ada saja kau ini, tidak mungkin ini bukan
negeri dongeng,” jawab temanku yang lain.
Aku dan siwonpun
penasaran dan kembali menelusuri hutan. Teman-temanku yang lain menganggap
bahwa ceritaku hanya bermaksud untuk menghibur mereka saja. Mereka yang tidak
percaya akhirnya pulang.
Aku dan siwon kembali
ke hutan dadapan. Ternyata wanita tua itu tengah bersandar di gubuk reot milik
siwon. Ia berbicara dengan merpati biru itu sambil tertawa. “Dia benar-benar
sudah gila,” ujar Siwon.
Aku dan siwon memergoki
wanita tua itu. Ia terjun dari jendela gubuk dan membuat rubuh gubuk itu. kami
terus melangkah, mengejarnya sampai ia terjatuh dan terluka parah. Langkah kami
semakin dekat. Aku sungguh iba dengan wanita tua ini ia lemah tak berdaya.
Ternyata merpati biru
itu cucunya yang telah dikutuk oleh dukun yang sudah lama hidup di hutan ini.
Hanya siwon yang dapat membuat burung itu kembali ke wujud cantiknya. Konon
pada zaman dahulu golongan darah O bombailah yang bisa menyembuhkan kutukan
itu.
Siwon melukai tangannya
kemudian menyucurkan darahnya, ke arah kerongkongan mulut burung itu. Lalu
burung itu batuk terpingkal-pingkal hingga pingsan dan kemudian hidup kembali
dengan wujudnya yang asli.
Burung merpati biru
yang elok ini berubah menjadi sosok gadis yang sangat cantik. Sihir itu kembali
ke dukun yang tadi mengutuk burung merpati biru dan merubah wujud dukun menjadi
seekor burung gagak hitam yang buruk nan busuk.
Tepat satu minggu
setelah kejadian berlangsung. Warga dihebohkan dengan bau busuk yang sangat
menyengat dan membuat anak-anak kampung dadapan menjadi sakit. Mereka lalu
memutuskan untuk mencari dari mana sumber bau mematikan ini.
Dengan menggunakan
indera pembau mereka yang tajam mereka menemukan bahwa sumber mematikan itu
datang dari gubuk reot hutan belantara di sebelah barat sana.
wargapun memutuskan
untuk menembak dan membakar burung ini. Setelah tubuhnya tertembak. Warga
membuat api secara besar-besaran. Rencana warga tertahan karena burung ini
kembali ke sosok semula yang membuat heboh warga kampung dadapan. Rencana warga
untuk membakar dukun inipun dihentikan dan digantikan dengan penguburan.
TAMAT*
0 komentar:
Posting Komentar